Hai, Jo. Apa kabar? Aku mampir ke blogmu tapi kayaknya udah lama banget gak pernah di-update ya. Jangan lama-lama dong patah hatinya. Masih banyak yang sayang kok sama kamu. Lagian ngapain juga kamu jadi kayak gini hanya karena seseorang yang udah memperlakukan kamu layaknya sampah yang cuma dipakai buat memenuhi kebutuhan biologis dia doang. Aku tunggu tulisan kamu yang inspiratif lagi ya. Best wishes 🙂
Email di atas aku terima kira-kira setengah jam yang lalu. Ketika membacanya hingga selesai, jujur, aku sudah tidak bisa lagi merasakan rasa sakit atau tersinggung. Mungkin sebagian orang yang dapat memahami arti “memperlakukan kamu layaknya sampah yang dipakai buat memenuhi kebutuhan biologis” akan mengernyitkan dahi, bertanya-tanya “Masa sih Jo mau diperlakukan seperti itu?” atau “Ah, gak mungkin, Jo kan smart jadi gak mungkin kalau dia diam aja diperlakukan seperti itu.” Dua kalimat tersebut mungkin ada benarnya kalau kita membahas masalah ini kira-kira satu tahun yang lalu. Tapi kalau dibahasnya sekarang, hmm, rasanya basi banget deh. Beberapa kali mengalami kegagalan dalam membina tali kasih bersama makhluk tuhan yang paling seksi, aku tidak lantas kapok kok. Sikapku yang diam juga bukan karena aku trauma dan jadi menghindari semua makhluk yang namanya cewek. Wuih, sayang banget kalau dijauhi hehehe.
Di saat-saat awal aku akui aku memang sangat terpukul. Dan email dari seorang kawan di paragraf awal tadi sangat mirip dengan pertanyaan yang aku ajukan kepada diriku sendiri. Jangan ditanya berapa juta kali aku memaki mantan dan berapa juta kali pula aku menyalahkan diriku sendiri. Namun seiring berjalannya waktu (eits, bukan waktu yang menyembuhkan diriku ya), aku mulai dapat berpikir dengan kepala yang isinya lebih jernih. Alih-alih merasa disia-siakan, terus terang, saat ini aku justru merasa sangat berterima kasih karena dulu aku diperlakukan seperti itu. Kebayang kan kalau aku tetap diperlakukan dengan manis? Mana bisa aku menolaknya secara aku ini sangat mudah terenyuh oleh sikap manis hehehe.
Ketika semua tak lagi sama, aku perlahan mulai membangun kepercayaan diriku. Pekerjaan kantor yang sempat terbengkalai satu persatu aku selesaikan dengan hasil yang maksimal. Tugas-tugas kuliah yang sempat kukerjakan “ala kadarnya” mulai kuubah menjadi sesuatu yang unik dan mendapat respon memuaskan dari para dosen dan teman-teman kelompok. Hubungan personal dengan keluarga inti yang tadinya agak dingin kembali hangat. Dan percayalah, semua itu tidak mudah! Berbulan-bulan lamanya aku terus menangis dan menyesali kejadian ini. Semua pengandaian menari-nari di pikiranku. “Andaikan aku bla bla bla” atau “Seandainya dia bla bla bla”. Aku rasa film India mana pun tidak akan mampu menyaingi drama di kepalaku.
Dan sekali lagi, ketika semua tak lagi sama, aku mulai bangkit dari keterpurukan. Perlahan aku memberanikan diri untuk kembali aktif di dunia maya meskipun tidak lantas langsung segera menyapa semua teman-teman yang ada seperti yang dulu sering aku lakukan. Bahkan hingga saat ini pun (kebetulan karena jam online semakin terbatas), aku hanya bercengkerama dengan satu dua teman.
Perhatian para sahabat MJ juga merupakan salah satu hal penting yang menggenggam tanganku untuk bangkit berdiri. Bahkan ada beberapa sahabat yang rutin mengirimkan email menanyakan kabar atau sekedar bercerita ringan yang kadang baru sempat kubalas setelah beberapa email dari mereka masuk ke alamat emailku.
Di sini, ketika semua tak lagi pernah sama, aku tetap berdiri menatap hari esok yang aku yakini telah disediakan oleh tuhan untuk kunikmati dengan sebaik-baiknya. Hari kemarin bukanlah kesalahan melainkan pelajaran berharga. Hari esok adalah resolusi yang harus dicapai. Dan bagaimana aku menjalani hari ini adalah bagaimana aku membalas semua kebaikan tuhan atas semua hal yang terjadi di dalam hidupku baik itu suka maupun duka.
Dan ketika semua tak lagi pernah sama, masih ada satu hal yang tak akan pernah berubah. Aku adalah Jo. Orang yang sama yang berdiri menghampiri untuk membukakan pintu bagi siapapun yang ingin singgah di rumah ini. Rumah yang penuh dengan segala pengalaman hidup yang semakin membuatku dewasa dalam menghadapi masa depan 🙂
Tetap jadi Jo, jangan jadi orang lain.. semangat,Jo! 😀
nice blog, btw.. ;D
Ok Jo,…Semangattt…. 🙂 ….(masih nyari kolak ga….hehehe)
@Ersavage, thank you 🙂
@Biyan, dah lewat masanya kepengin kolak :p Sekarang lagi pengin es durian neh 😀
Akhirnya Jo menulis lagi, sudah lama ditunggu. hehe…Semangat ya. Semua orang dihadirkan dalam hidup kita untuk membentuk diri kita. Kata orang, no pressure, no diamond 🙂
@Futuredoctor, keburu jamuran yang nungguinnya 😀 Tetap semangat kok. Saking semangatnya sampe kadang lupa pulang 🙂
Like they say, life doesn’t give you the people you want. It gives you the people you need; to love you, to hurt you, to make you, to break you, and to make you the person you were meant to be 🙂
Rae
Bener banget
wah aku baru baca postingan yang ini tampaknya kurang lebih mirip dengan kisah aku hehehe….bravo Jo lanjutkan….mari membangun Indonesia yang lebih baik. 😀
knock…knock…. Finally… namu lagi disini.. 😀
Aku adlh salah seorang yg berpikiran bhw patah hati tlah membuat seorg Jo berubah drastis. Beda bngt dng Jo pd saat berkolaborasi dng Deni sbg DoMba. Tp gpp, jadikan itu smua sbg “guru“ bagi kita utk mjd semakin dewasa. Tetap semangat ya, kawan. 🙂
Tetep Semangat kak…….. yakinnn pasti dapet yg lebih baik lgiii….hehehe
smilee:)
itu bru namanya jo.aku pernah mengalami keterpurkan seperti kmu. 4th menjalin hubungan akhriny kandas dia pergi meningglkan luka yg sangt sakit menikh dg pilihan nenekny. Kemudian datang seseorang yg mampu menjdi penggantiny,walau sampai saat ini mash suka ingat masa lalu mampu bertahan hingga kni 13 thn,meski sekarang lagi dilanda kebosanan,resah dan galau…untuk jo aku salut.